langgananinfo.com – Chief Executive Officer (CEO) Stellantis, Carlos Tavares, secara mengejutkan mengundurkan diri pekan lalu setelah kebijakan strategisnya menuai kritik luas dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan.
Stellantis merupakan produsen otomotif multinasional yang berdiri pada tahun 2021 melalui penggabungan Fiat Chrysler Automobiles dan PSA Group. Perusahaan ini berbasis di Amsterdam, Belanda, dan dikenal sebagai salah satu pemain utama dalam industri otomotif global.
”Baca Juga : Danamon Rilis Reksa Dana ETF Power Fund, Ini Keuntungannya“
Carlos Tavares memiliki reputasi sebagai pemimpin yang agresif dalam melakukan pemotongan biaya untuk meningkatkan laba perusahaan. Namun, pendekatannya tersebut dinilai tidak berhasil, terutama dalam memahami dinamika pasar otomotif di Amerika Serikat (AS). Banyak pihak menilai Tavares mengabaikan masukan tim lokal terkait strategi yang lebih relevan untuk pasar AS.
Menurut laporan CNBC, Sabtu (14/12/2024), Tavares sebelumnya menerapkan langkah-langkah ekstrem dalam rangka mendukung visi Stellantis melalui program ambisius bertajuk “Dare Forward 2030.” Program ini dirancang untuk menekan biaya produksi secara signifikan sambil meningkatkan margin keuntungan.
Namun, pendekatan tersebut justru memicu ketidakpuasan dari berbagai kalangan karena dianggap terlalu fokus pada efisiensi dan mengesampingkan inovasi serta kebutuhan pasar lokal. Akibatnya, beberapa keputusan strategis perusahaan gagal mencapai hasil yang diharapkan, khususnya di pasar AS, yang menjadi salah satu pasar terbesar Stellantis.
Pengunduran diri Tavares menjadi momen penting bagi Stellantis untuk mengevaluasi kembali strategi bisnis mereka. Perusahaan kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menemukan pemimpin baru yang mampu menyeimbangkan efisiensi biaya dengan pemahaman yang mendalam terhadap pasar global, termasuk AS. Stellantis juga harus memastikan visi “Dare Forward 2030” tetap relevan dan mampu membawa perusahaan menuju pertumbuhan yang berkelanjutan.
Kesalahan Carlos Tavares dalam memahami pasar Amerika Serikat berdampak buruk pada operasional Stellantis, memicu berbagai masalah signifikan bagi perusahaan.
Salah satu dampaknya adalah persediaan kendaraan yang menumpuk akibat kurangnya peluncuran produk baru yang menarik minat pasar. Strategi Tavares yang terlalu fokus pada pemotongan biaya produksi menciptakan ketegangan dengan serikat pekerja dan pemasok. Kebijakan tersebut memicu hubungan kerja yang buruk, merugikan reputasi perusahaan di industri otomotif.
Kondisi ini diperparah dengan penurunan nilai saham Stellantis, yang turun 43% sepanjang 2024. Penurunan ini kontras dengan performa pesaing seperti General Motors yang naik 55% dan Ford yang hanya turun 9%. Investor mulai meragukan kemampuan kepemimpinan Tavares dalam mempertahankan daya saing perusahaan.
”Baca Juga : Klarifikasi Elon Musk soal Ponsel Tesla USD 299 “