Langganan info – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menegaskan posisinya dalam perdebatan mengenai regulasi pangan olahan di Indonesia, terutama makanan siap saji. Dalam konteks peraturan terbaru, Kementerian Perindustrian menunjukkan preferensinya untuk menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) ketimbang pengenaan cukai. Pilihan ini diharapkan akan membawa dampak positif bagi industri serta kesehatan masyarakat.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu. Hal ini diatur dalam Pasal 194 ayat 4 dari beleid tersebut. Meskipun begitu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa pendekatan melalui SNI lebih sesuai dibandingkan pengenaan cukai.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menjelaskan bahwa dalam peraturan turunannya akan ada opsi lain selain cukai. Kemenperin menganggap SNI sebagai solusi yang lebih baik karena memberikan standar yang jelas tanpa memberikan celah untuk melebihi batas-batas yang ditetapkan.
“Baca juga: Transformasi Digital Bisnis di Indonesia, Mekari Mengakuisisi”
Putu menjelaskan bahwa penggunaan SNI memungkinkan penetapan standar yang ketat dan jelas tanpa memberikan ruang untuk produk yang melebihi batas yang ditetapkan. Dengan kata lain, SNI menetapkan pedoman yang harus diikuti oleh semua produsen, sehingga memastikan bahwa semua produk pangan olahan memenuhi standar kesehatan yang diharapkan.
Sebaliknya, pengenaan cukai dapat membuka kemungkinan untuk produk dengan kandungan gula, garam, atau lemak yang tinggi jika produsen bersedia membayar cukai tambahan. Ini bisa berpotensi mengurangi efektivitas kebijakan kesehatan yang dirancang untuk membatasi konsumsi zat adiktif dalam pangan.
Kemenperin juga menjelaskan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) akan bertanggung jawab atas koordinasi kebijakan cukai, termasuk penetapan batas-batas penggunaan garam, gula, dan lemak. Pengaturan ini akan dilakukan secara bersama-sama dengan berbagai pemangku kepentingan sebelum diterapkan.
Putu mengakui bahwa perubahan regulasi, seperti yang diatur dalam PP Kesehatan 28/2024, membawa kekhawatiran di kalangan pelaku industri. Mereka harus menyesuaikan produk mereka dengan standar baru yang ditetapkan, termasuk pengaturan komposisi makanan yang lebih ketat.
“Perubahan ini pasti menimbulkan kekhawatiran, terutama dalam hal penyesuaian produk dan proses produksi,” ujar Putu. Meski begitu, Kemenperin berkomitmen untuk memantau dan mengawal implementasi kebijakan agar industri dapat beradaptasi dengan lancar.
“Simak juga: Pengusaha Kelontong akan Terdampak oleh Aturan Baru”
Beberapa poin penting dalam PP Kesehatan 28/2024 yang menjadi perhatian industri antara lain adalah:
Kemenperin lebih memilih pendekatan SNI dalam regulasi pangan olahan ketimbang pengenaan cukai. Keputusan ini diharapkan akan mempermudah pengawasan kualitas dan menjaga standar kesehatan yang konsisten. Dengan adanya kebijakan baru ini, diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan industri dan perlindungan kesehatan masyarakat, serta memastikan bahwa produk yang beredar di pasar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.