Langganan info – Pada Minggu, 28 Juli 2024, sebuah video yang menampilkan sorotan Upacara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 mengundang kontroversi besar dan memicu hujan kritik dari berbagai pihak. Video berdurasi 26 menit yang diunggah di akun resmi Olimpiade di media sosial dan YouTube ini terpaksa dihapus kurang dari 24 jam setelah tayang. Penghapusan ini menandai salah satu kontroversi terbesar dalam sejarah Olimpiade terbaru dan menggambarkan ketegangan antara seni, budaya, dan sensitivitas sosial.
Video yang diberi judul “LET THE GAMES BEGIN! | #Paris2024 Opening Ceremony Highlights” menampilkan highlights dari upacara pembukaan yang dipersiapkan untuk menyambut Olimpiade Paris 2024. Namun, video tersebut segera mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk politisi, pengguna media sosial, dan influencer. Adegan-adegan tertentu dalam video dianggap menyinggung beberapa kelompok, terutama terkait dengan LGBT dan agama.
“Baca juga: Ahmad Luthfi di Pilkada 2024 dan Partai Menyongsong”
Adegan yang menjadi pusat kontroversi melibatkan sekelompok drag queen dan individu yang berdandan dalam kostum yang dianggap mengolok-olok identitas gender. Salah satu adegan menampilkan figur-figur ini berpose di depan sebuah meja yang mirip dengan lukisan ‘Perjamuan Terakhir’ oleh Leonardo da Vinci, di mana Yesus Kristus dan para rasulnya terlihat. Hal ini dianggap oleh banyak orang sebagai penghinaan terhadap kekristenan dan penistaan agama.
Kritik terhadap video ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga dari tokoh-tokoh terkenal. Elon Musk, CEO Tesla dan X, termasuk di antara para pengkritik terkemuka. Musk mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan menyebutkan bahwa video tersebut menunjukkan bahwa kekristenan telah menjadi “ompong,” sebuah ungkapan yang mengindikasikan bahwa agama tersebut dipandang tidak lagi relevan atau kuat.
Reaksi negatif ini segera menyebar di media sosial dan menarik perhatian media internasional. Banyak pengguna platform seperti Twitter dan Instagram juga mengungkapkan kemarahan mereka. Memicu diskusi panas mengenai batasan seni dan kesopanan, serta hak atas kebebasan berekspresi.
Menghadapi gelombang kritik yang intens, juru bicara Paris 2024, Anne Descamps, segera mengeluarkan permintaan maaf resmi. Descamps menyatakan bahwa video tersebut tidak pernah dimaksudkan untuk menyinggung atau merendahkan kelompok agama atau identitas tertentu. “Kami ingin menekankan bahwa tidak ada niat untuk menunjukkan rasa tidak hormat kepada kelompok agama manapun,” ujar Descamps. Ia menambahkan bahwa adegan-adegan tersebut dimaksudkan untuk merayakan toleransi dan keberagaman antar masyarakat.
“Simak juga: Ridwan Kamil dan Keputusan Strategis di Pilkada Jabar 2024”
Permintaan maaf ini berusaha meredakan ketegangan yang telah meningkat dan menunjukkan bahwa panitia Olimpiade Paris 2024 menyadari dampak yang ditimbulkan oleh video tersebut. Namun, permintaan maaf tidak selalu menghapus dampak dari kontroversi. Terutama di era di mana media sosial dapat menyebarkan reaksi dengan cepat dan luas.
Thomas Jolly, sutradara yang bertanggung jawab atas upacara pembukaan, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai visi artistiknya. Jolly mengklaim bahwa adegan-adegan dalam video tersebut tidak terinspirasi oleh ‘The Last Supper’. Melainkan merupakan representasi dari pesta pagan yang berkaitan dengan dewa-dewa Olympus. “Anda tidak akan pernah menemukan dalam karya saya keinginan untuk merendahkan siapa pun atau apa pun,” kata Jolly dalam wawancara dengan BFMTV. Seperti yang dikutip dari Reuters.
Pernyataan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa konsep artistik dari upacara tersebut berakar pada mitologi dan simbolisme yang lebih luas, dan bukan pada tujuan untuk menyinggung atau merendahkan keyakinan agama.
Penghapusan video ini dan kontroversi yang mengikutinya mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam mengatur acara global yang melibatkan berbagai budaya dan keyakinan. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana batas-batas kreativitas dan sensitivitas harus dikelola. Terutama dalam konteks acara internasional yang melibatkan audiens yang sangat beragam.
Dengan upacara pembukaan yang kini menjadi bahan perdebatan. Akan menarik untuk melihat bagaimana Paris 2024 menangani sisa rangkaian acara dan bagaimana mereka akan mengelola persepsi publik untuk sisa Olimpiade. Ini adalah momen penting untuk refleksi bagi panitia acara, seniman, dan penyelenggara tentang bagaimana menciptakan pengalaman yang inklusif dan menghormati berbagai pandangan tanpa menyinggung kelompok tertentu.
Dalam akhirnya, meskipun kontroversi ini memberikan pelajaran penting tentang sensitivitas dan seni. Paris 2024 tetap akan menjadi sorotan dunia dalam hal olahraga dan prestasi atletik. Namun, proses pemulihan citra pasca-kontroversi ini akan menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh semua pihak yang terlibat.