langgananinfo.com – Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) melaporkan bahwa selama sepuluh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Ekspor alas kaki Indonesia mengalami peningkatan sebesar 64,5%. Menurut Ketua Umum APRISINDO, Eddy Widjanarko, meskipun angka ini sudah cukup signifikan. Ia menilai seharusnya ekspor bisa tumbuh hingga dua kali lipat. Pada tahun 2022, ekspor alas kaki Indonesia tercatat mencapai US$ 7,7 miliar. Atau tumbuh 88% dibandingkan tahun 2014, saat Jokowi mulai menjabat.
” Baca Juga: Pertemuan Ferry Joko Juliantono dengan Prabowo Subianto “
Eddy menyebutkan bahwa penurunan global demand pada pertengahan tahun 2022, yang disebabkan oleh perang antara Rusia dan Ukraina. Menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia. Jika konflik tersebut tidak terjadi, ia yakin ekspor Indonesia bisa melampaui target yang ada. Meski begitu, pihaknya memperkirakan ekspor alas kaki Indonesia di tahun 2024 akan mencapai US$ 6,7 miliar, dengan pertumbuhan sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Eddy mengapresiasi beberapa kebijakan berani yang diambil oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang menurutnya berdampak positif terhadap pertumbuhan ekspor alas kaki. Salah satunya adalah penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Serta pembangunan infrastruktur secara masif, terutama jalur tol Trans Jawa. Kebijakan ini membantu menahan laju relokasi industri padat karya dari Indonesia. Sekaligus membuka peluang investasi baru di Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
Meskipun pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia berada di jalur yang benar, masih ada beberapa kendala yang menghambat. Salah satu tantangan utama adalah bea masuk ekspor ke Uni Eropa, yang masih tinggi dibandingkan pesaing utama Indonesia. Seperti Vietnam, yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Akibatnya, ekspor alas kaki Indonesia ke pasar utama ini menjadi kurang kompetitif. Selain itu, akses terhadap bahan baku yang kompetitif juga menjadi tantangan besar dalam meningkatkan ekspor.
” Baca Juga: Permohonan Maaf AHY di Penghujung Jabatan“
Meskipun fasilitas Kawasan Berikat telah memberikan kemudahan impor bahan baku untuk tujuan ekspor, tidak semua industri bisa mengaksesnya. Hal ini terutama menyulitkan perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang bersaing di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, masalah klasik seperti birokrasi perizinan usaha masih menjadi hambatan besar. Proses untuk mendapatkan izin, khususnya izin lingkungan, masih memakan waktu lama, bahkan bisa mencapai dua tahun.