Langganan info – Kejaksaan Agung Indonesia baru-baru ini menyelesaikan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang melibatkan Fandy Lingga (FL), adik dari Hendry Lie, pendiri Sriwijaya Air. Penyidikan Kasus ini merupakan salah satu dari serangkaian kasus besar yang melibatkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi dalam industri timah di Indonesia. Berdasarkan berita yang diterima pada Jumat (23/8/2024), berkas perkara Fandy Lingga telah dilimpahkan kepada tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, bersama dengan barang bukti dan kewenangan penahanan.
Menurut Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, proses pelimpahan berkas ini merupakan tahap penting menuju persidangan. “Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas Tersangka FL kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ungkap Harli Siregar.
Di antara barang bukti yang dilimpahkan terdapat dokumen penting serta aset berupa tanah dan bangunan yang terkait dengan Fandy Lingga. Namun, Kejaksaan Agung belum merinci secara spesifik aset mana yang terlibat. Proses selanjutnya melibatkan penyusunan dakwaan oleh tim penuntut umum sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai langkah awal menuju persidangan.
“Baca juga: Sandra Dewi Dipastikan Menjadi Saksi Kunci dalam Kasus Korupsi”
Fandy Lingga, yang juga merupakan marketing di PT Tinindo Inter Nusa (TIN), bersama dengan kakaknya Hendry Lie, diduga terlibat dalam pengaturan pembiayaan penyewaan peralatan peleburan timah sebagai bagian dari aktivitas ilegal terkait pengambilan timah dari IUP PT Timah. Selain itu, Fandy diduga berperan dalam pembentukan perusahaan boneka, CV SMS dan CV BPR, untuk memfasilitasi kegiatan ilegal tersebut.
“Fandy Lingga selaku Marketing PT TIN telah turut serta dalam kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah dengan PT Timah Tbk dan turut membentuk CV BPR dan CV SMS sebagai perusahaan boneka untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya,” kata Harli Siregar.
Fandy Lingga adalah tersangka ke-18 yang dilimpahkan ke penuntut umum. Dengan pelimpahan ini, tersisa empat tersangka yang masih berada di bawah kewenangan tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung. Termasuk mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, serta beberapa pejabat terkait lainnya.
Sebanyak 11 tersangka lainnya telah diserahkan ke penuntut umum. Termasuk M Riza Pahlevi Tabrani, Emil Emindra, Hasan Tjhie, dan Kwang Yung. Selain itu, ada tujuh orang yang perkaranya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Serta seorang yang sedang disidang di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Dalam Penyidikan kasus ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 300 triliun, berdasarkan laporan hasil audit keuangan negara. Tindakan para tersangka yang terlibat dalam praktik penambangan timah ilegal. di Bangka Belitung dari tahun 2015 hingga 2022 telah menyebabkan kerugian keuangan yang signifikan.
Menurut dakwaan jaksa penuntut umum, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dikenakan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan yang terlibat dalam obstruction of justice (OOJ) dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Simak juga: Sidang Korupsi di Kementan Bukti Perselingkuhan SYL di Mata Jaksa KPK”
Pelimpahan kasus ini menandai langkah signifikan dalam penanganan kasus korupsi besar di Indonesia. Proses hukum yang akan datang diharapkan dapat mengungkap lebih jauh tentang keterlibatan berbagai pihak dan memulihkan kerugian negara. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang di masa depan.
Kejaksaan Agung dan lembaga terkait diharapkan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan proses peradilan berjalan dengan adil dan transparan. Proses ini akan menjadi perhatian publik dan memberikan pelajaran penting. Tentang integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.