Langganan info – Presiden Taiwan, Lai Ching-te, dengan tegas menegaskan pada Rabu (19/6/2024) bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan dari China yang berupaya memaksa pulau yang memiliki pemerintahan sendiri ini untuk patuh.[1] China telah lama mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan menegaskan kesiapannya untuk menggunakan kekuatan militer guna mencaplok Taiwan di bawah kendali Beijing.
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing intensif dalam meningkatkan tekanan baik dari segi militer maupun politik terhadap Taipei. Upaya terbaru ini termasuk demonstrasi kekuatan militer hanya tiga hari setelah Lai dilantik sebagai presiden, dengan China menggelar latihan perang di perairan sekitar Taiwan.
“Baca juga: Putin dan Kim Jong Un, Pertemuan Strategis di Pyongyang“ [2]
Dilansir dari CNA, dalam konferensi pers yang menandai bulan pertamanya menjabat, Lai menggarisbawahi bahwa pencaplokan Taiwan adalah kebijakan nasional Republik Rakyat China. Meskipun China semakin intensif menggunakan metode pemaksaan non-tradisional,[3] Taiwan tetap teguh untuk tidak menyerah pada tekanan tersebut. Masyarakat Taiwan bersikeras untuk menjaga kedaulatan nasional mereka serta mempertahankan nilai-nilai demokratis dan kebebasan yang dijamin oleh konstitusi.
China baru-baru ini melancarkan latihan militer yang disebut Joint Sword-2024A, yang melibatkan armada kapal perang, jet tempur, dan kapal penjaga pantai mengepung Taiwan. Beijing menyatakan bahwa latihan ini adalah sebagai respons terhadap pidato pelantikan Lai yang dianggap Beijing sebagai pengakuan implisit terhadap kemerdekaan Taiwan. China bersumpah untuk terus meningkatkan tekanan militer selama Taiwan terus melakukan provokasi terhadap kemerdekaan mereka.
“Simak juga: Popularitas Ridwan Kamil Melejit“ [4]
Lai menekankan bahwa perdamaian sejati harus didukung oleh kekuatan, bukan hanya kata-kata kosong.[5] Taiwan, yang memiliki pemerintahan, militer, dan mata uangnya sendiri, terus terpisah dari China meskipun hanya dipisahkan oleh selat sempit. Meskipun dianggap sebagai separatis oleh China, Lai mengikuti pendekatan yang serupa dengan pendahulunya, Tsai Ing-wen, bahwa Taiwan tidak perlu mendeklarasikan kemerdekaan secara eksplisit karena Taiwan sudah merdeka.
Partai Progresif Demokratik yang dipimpin oleh Lai dan Tsai telah lama memperjuangkan kedaulatan Taiwan. Meskipun Lai telah menyatakan keterbukaannya untuk berdialog dengan China sejak terpilih pada bulan Januari. Upaya tersebut tampaknya belum mendapatkan respons positif dari Beijing. China terus mempertahankan kehadiran militer yang intensif di sekitar Taiwan, menggunakan taktik zona abu-abu untuk menekan Taiwan secara bertahap.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sementara Taiwan mencari perdamaian yang stabil. Tantangan dari China tetap menjadi faktor penting yang mempengaruhi dinamika regional di Asia Timur.
[1] https://www.kompas.com/global/read/2024/06/19/220000170/presiden-taiwan-tegaskan-negaranya-tak-akan-tunduk-pada-tekanan-china#google_vignette
[2] https://jangkauaninfo.com/berita/putin-dan-kim-jong-un-pertemuan-strategis-di-pyongyang/
[3] https://www.idntimes.com/news/world/amp/fatimah-8/presiden-taiwan-tegaskan-negaranya-tidak-akan-tunduk-pada-china-c1c2
[4] https://infoinspiratif.com/berita/popularitas-ridwan-kamil-melejit/
[5] https://bisnisindonesia.id/article/presiden-taiwan-tegaskan-tak-akan-tunduk-pada-china