Langganan info – Seiring dengan tren global yang semakin mendukung legalisasi ganja untuk tujuan medis, banyak negara telah mengadopsi kebijakan ini dengan berbagai regulasi yang ketat. Penggunaan ganja untuk keperluan medis telah menjadi topik hangat di berbagai belahan dunia. Thailand, misalnya, baru-baru ini menjadi negara terbaru yang melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis, menyusul sejumlah negara lain yang telah lebih dulu menerapkan kebijakan serupa.
Namun, di Indonesia, perdebatan tentang legalitas ganja medis masih berlanjut. Walaupun penggunaan ganja medis menunjukkan potensi manfaat bagi pasien dengan berbagai kondisi medis, legalisasi ganja di Indonesia menghadapi tantangan besar baik dari sisi regulasi maupun implementasi.
Ganja telah diakui dalam beberapa penelitian medis memiliki manfaat terapeutik untuk mengatasi berbagai kondisi seperti nyeri kronis, mual akibat kemoterapi, dan gangguan tidur. Namun, dampak positif ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati bersama risiko-risiko yang mungkin timbul. Seperti potensi penyalahgunaan dan dampak sosial yang tidak diinginkan.
“Baca juga: Bahaya Bisphenol A (BPA) pada Anak, Penyakit yang Mengintai”
Pakar kesehatan dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menegaskan bahwa meskipun ganja medis memiliki potensi untuk memberikan manfaat, legalitasnya di Indonesia memerlukan pertimbangan matang dari berbagai aspek. “Ganja memiliki potensi untuk mengobati beberapa kondisi medis, tetapi kita harus memastikan bahwa regulasi dan pengawasan sudah memadai untuk mencegah penyalahgunaan,” ungkap Dicky dalam wawancaranya dengan Tribunnews pada Selasa (30/7/2024).
Salah satu kekhawatiran utama terkait legalisasi ganja medis di Indonesia adalah kualitas pengawasan yang masih dianggap lemah. Dicky menilai bahwa pengawasan yang tidak memadai dapat mengundang risiko penyalahgunaan. “Di Indonesia, pengawasan terhadap penggunaan zat-zat yang berpotensi disalahgunakan masih lemah, begitu juga dengan aspek hukum,” tambahnya. Masalah ini diperparah dengan kondisi sosial seperti kemiskinan, stres sosial, dan rendahnya literasi yang dapat meningkatkan potensi penyalahgunaan ganja.
Menurut Dicky, literasi yang rendah di kalangan masyarakat dan penegak hukum menjadi faktor kunci yang perlu diatasi. “Literasi rendah bukan hanya di masyarakat, tetapi juga di kalangan pemerintah dan penegak hukum,” jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menerapkan legalitas ganja medis, Indonesia perlu memperkuat sistem edukasi dan pengawasan yang ada.
“Simak juga: Menjaga Kesehatan Ginjal Anak, IDAI Bagikan Lima Tips Penting”
Selain aspek medis dan hukum, legalisasi ganja medis di Indonesia harus mempertimbangkan faktor sosial, budaya, dan agama. Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya dan agama yang kaya, sehingga setiap kebijakan yang diterapkan harus sejalan dengan nilai-nilai masyarakat. Dicky Budiman menekankan pentingnya melakukan evaluasi mendalam berdasarkan bukti ilmiah yang kuat. Serta mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan agama sebelum mengambil keputusan.
“Jika Indonesia ingin menerapkan legalitas ganja medis, harus ada bukti ilmiah yang kuat mengenai keamanan dan efektivitasnya. Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama serta membangun regulasi dan pengawasan yang ketat,” ujar Dicky.
Legalitas ganja medis di Indonesia adalah isu kompleks yang memerlukan pertimbangan mendalam dari berbagai aspek. Sementara manfaat medis dari ganja telah diakui di banyak negara. Indonesia harus memastikan bahwa segala keputusan yang diambil didasarkan pada bukti ilmiah yang solid dan mempertimbangkan potensi dampak sosial dan budaya. Pengawasan yang ketat dan regulasi yang efektif akan menjadi kunci untuk memastikan. Bahwa penggunaan ganja medis dapat memberikan manfaat tanpa mengundang risiko penyalahgunaan.